SUARAPGRI - Bertahun-tahun honorer K2 (kategori dua) berjuang semoga dapat diangkat menjadi CPNS. Banyak pengorbanan yang sudah dilakukan. Tidak hanya tenaga, dana yang dengan susah payah dikumpulkan pun telah banyak dikeluarkan.
Mesya Mohamad, Jakarta
Mungkin sudah puluhan miliar dana yang dikeluarkan oleh honorer K2 di bawah komando Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih.
Setiap agresi hening yang digelar di Jakarta, tidak hanya ratusan honorer K2 yang turun tapi ribuan sampai puluhan ribu orang. Tentu, dana yang dikeluarkan pun semakin besar kalau masa yang turun jumlahnya membeludak.
Ya, cukup banyak dana yang dikeluarkan dalam setiap aksi. Meski honor mereka sebagai honorer sangat kecil, tetap saja prinsip bantu-membantu dan kebersamaan diutamakan.
Dana agresi digalang secara urunan, tapi sukarela, tidak dipatok besarannya.
Sementara, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, banyak di antaranya yang nyambi kerja sampingan demi menyambung hidup.
Seperti yang dijalani oleh Denny Setiawan, sekjen FHK2I. Usai menjalankan tugasnya sebagai guru di sekolah, beliau eksklusif ganti baju dan nyales alat tulis serta sembako.
"Ya harus kerja pelengkap sebab honor dari sekolah masih sangat jauh dari kata layak. Apalagi sebagai pengurus FHK2I saya harus juga bertanggung jawab untuk kelangsungan perjuangan. Enggak mungkin saya maksain seluruh anggota urunan kan," kata Denny, honorer K2 Banjarnegara kepada JPNN.
Sebagai sekjen FHK2I, beliau selalu mendampingi Titi untuk mensukseskan perjuangan. Baik Denny maupun Titi seringkali mengorbankan dana pribadi untuk menopang usaha FHK2I.
Memang ada iuran dari forum, akan tetapi berdasarkan Titi, itu tidak mengikat. Haram hukumnya pengurus FHK2I memaksa anggotanya untuk menyetorkan dana perjuangan. Jumlah iuran hanya berdasarkan kesepakatan.
"Kalau dana iurannya tidak cukup untuk berjuang, koordinator kawasan (korda), koordinator wilayah (korwil) dan pengurus sentra menggunakan uang pribadi untuk berjuang. Istilahnya ya nombok,"jelas Titi.
Dia menambahkan, walaupun penghasilan minim tetapi niat tulus berjuang dengan segala cara dapat berangkat ke Jakarta, modalnya tulus dan yakin. Mereka yakin, semua akan diganti Allah SWT tanpa diduga.
Korwil FHK2I Jateng Ahmad Saefudin punya pengalaman yang sama. Demi menopang kebutuhan keluarga dan usaha sebab minimnya honor yang diterima, harus menjadi pengecer materi bakar minyak (BBM) Pertamini.
Demikian juga Korda FHK2I Cilacap Sunardi yang nyambi jadi nelayan. Ini demi menopang ekonomi keluarga dan menghidupkan sebuah usaha perjuangan.
"Kalau kami enggak kerja sambilan bagaimana dapat terus berjuang mendapat status CPNS. Memang ada iuran mulai dari anggota, ke korcam dan korda kemudian ke korwil dan sentra dengan nominal sukarela. Namun, kalau tidak cukup, para penguruslah yang pontang-panting cari jalan ke luar," tuturnya.
Karena sifatnya sukarela maka tidak ada sasaran berapa duit yang harus dikumpulkan. Para penguruslah yang lagi-lagi harus berkorban. Namun, bagi mereka itu tidak jadi problem sebab ini semua buat usaha bersama.
Nurbaiti, pengurus FHK2I DKI Jakarta juga menambahkan, soal iuran dana usaha ini tidak ada patokan nominalnya. Biasanya honorer K2 yang memang merasa senasib dan seperjuangan dengan suka rela menyodorkan sumbangan.
Dia mencontohkan apabila ada agresi hening di Jakarta, honorer K2 DKI yang paling sibuk membantu teman-temannya dari daerah. Biasanya mereka mencarikan wisma yang murah meriah. Kalau pun tidak ada tempat yang dapat buat honorer K2 bermalam, mereka istirahat di masjid-masjid, juga di rest area yang ada di jalur tol.
"Tidak dapat dipungkiri usaha juga butuh biaya tapi bukan berarti kami golongkan sebagai uang suap atau uang sogok. Ini bentuk keperdulian dari anggota yang tidak dapat berangkat ke Jakarta makanya mereka mengirim perwakilan yang berangkat dengan cara patungan dan nilainya pun tidak ditentukan," imbuhnya.
Sampai di Jakarta kalau para korwil atau korda kumpul, mereka urunan makan bersama sehingga dapat mengurangi biaya hidup selama di Jakarta. Sementara honorer K2 yang di Jakarta, biasanya membawa camilan buat rekan-rekannya dari daerah. Yang paling penting yaitu nilai kebersamaannya.
Korwil FHK2I Bengkulu Ridwan juga mengungkapkan pengalamannya. Dengan honor minim, beliau harus kerja sampingan apa saja demi asap dapur tetap mengepul.
"Kalau honor kami sangat minim tapi saya enggak frustasi untuk memerjuangkan K2 di Provinsi Bengkulu. Yang penting tulus dan semangat dalam memerjuangkan K2 menjadi CPNS," terangnya.
(sumber: jpnn.com)
Sumber http://egoswot.blogspot.comMesya Mohamad, Jakarta
Mungkin sudah puluhan miliar dana yang dikeluarkan oleh honorer K2 di bawah komando Ketua Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih.
Setiap agresi hening yang digelar di Jakarta, tidak hanya ratusan honorer K2 yang turun tapi ribuan sampai puluhan ribu orang. Tentu, dana yang dikeluarkan pun semakin besar kalau masa yang turun jumlahnya membeludak.
Ya, cukup banyak dana yang dikeluarkan dalam setiap aksi. Meski honor mereka sebagai honorer sangat kecil, tetap saja prinsip bantu-membantu dan kebersamaan diutamakan.
Dana agresi digalang secara urunan, tapi sukarela, tidak dipatok besarannya.
Sementara, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, banyak di antaranya yang nyambi kerja sampingan demi menyambung hidup.
Seperti yang dijalani oleh Denny Setiawan, sekjen FHK2I. Usai menjalankan tugasnya sebagai guru di sekolah, beliau eksklusif ganti baju dan nyales alat tulis serta sembako.
"Ya harus kerja pelengkap sebab honor dari sekolah masih sangat jauh dari kata layak. Apalagi sebagai pengurus FHK2I saya harus juga bertanggung jawab untuk kelangsungan perjuangan. Enggak mungkin saya maksain seluruh anggota urunan kan," kata Denny, honorer K2 Banjarnegara kepada JPNN.
Sebagai sekjen FHK2I, beliau selalu mendampingi Titi untuk mensukseskan perjuangan. Baik Denny maupun Titi seringkali mengorbankan dana pribadi untuk menopang usaha FHK2I.
Memang ada iuran dari forum, akan tetapi berdasarkan Titi, itu tidak mengikat. Haram hukumnya pengurus FHK2I memaksa anggotanya untuk menyetorkan dana perjuangan. Jumlah iuran hanya berdasarkan kesepakatan.
"Kalau dana iurannya tidak cukup untuk berjuang, koordinator kawasan (korda), koordinator wilayah (korwil) dan pengurus sentra menggunakan uang pribadi untuk berjuang. Istilahnya ya nombok,"jelas Titi.
Dia menambahkan, walaupun penghasilan minim tetapi niat tulus berjuang dengan segala cara dapat berangkat ke Jakarta, modalnya tulus dan yakin. Mereka yakin, semua akan diganti Allah SWT tanpa diduga.
Korwil FHK2I Jateng Ahmad Saefudin punya pengalaman yang sama. Demi menopang kebutuhan keluarga dan usaha sebab minimnya honor yang diterima, harus menjadi pengecer materi bakar minyak (BBM) Pertamini.
Demikian juga Korda FHK2I Cilacap Sunardi yang nyambi jadi nelayan. Ini demi menopang ekonomi keluarga dan menghidupkan sebuah usaha perjuangan.
"Kalau kami enggak kerja sambilan bagaimana dapat terus berjuang mendapat status CPNS. Memang ada iuran mulai dari anggota, ke korcam dan korda kemudian ke korwil dan sentra dengan nominal sukarela. Namun, kalau tidak cukup, para penguruslah yang pontang-panting cari jalan ke luar," tuturnya.
Karena sifatnya sukarela maka tidak ada sasaran berapa duit yang harus dikumpulkan. Para penguruslah yang lagi-lagi harus berkorban. Namun, bagi mereka itu tidak jadi problem sebab ini semua buat usaha bersama.
Nurbaiti, pengurus FHK2I DKI Jakarta juga menambahkan, soal iuran dana usaha ini tidak ada patokan nominalnya. Biasanya honorer K2 yang memang merasa senasib dan seperjuangan dengan suka rela menyodorkan sumbangan.
Dia mencontohkan apabila ada agresi hening di Jakarta, honorer K2 DKI yang paling sibuk membantu teman-temannya dari daerah. Biasanya mereka mencarikan wisma yang murah meriah. Kalau pun tidak ada tempat yang dapat buat honorer K2 bermalam, mereka istirahat di masjid-masjid, juga di rest area yang ada di jalur tol.
"Tidak dapat dipungkiri usaha juga butuh biaya tapi bukan berarti kami golongkan sebagai uang suap atau uang sogok. Ini bentuk keperdulian dari anggota yang tidak dapat berangkat ke Jakarta makanya mereka mengirim perwakilan yang berangkat dengan cara patungan dan nilainya pun tidak ditentukan," imbuhnya.
Sampai di Jakarta kalau para korwil atau korda kumpul, mereka urunan makan bersama sehingga dapat mengurangi biaya hidup selama di Jakarta. Sementara honorer K2 yang di Jakarta, biasanya membawa camilan buat rekan-rekannya dari daerah. Yang paling penting yaitu nilai kebersamaannya.
Korwil FHK2I Bengkulu Ridwan juga mengungkapkan pengalamannya. Dengan honor minim, beliau harus kerja sampingan apa saja demi asap dapur tetap mengepul.
"Kalau honor kami sangat minim tapi saya enggak frustasi untuk memerjuangkan K2 di Provinsi Bengkulu. Yang penting tulus dan semangat dalam memerjuangkan K2 menjadi CPNS," terangnya.
(sumber: jpnn.com)