Sunday, February 25, 2018

√ Menghadirkan Ilahi Di Setiap Mata Pelajaran

Menghadirkan Tuhan di Setiap Mata Pelajaran √ Menghadirkan Tuhan di Setiap Mata Pelajaran
Ilustrasi Proses Pembelajaran

Tawuran pelajar yang makin marak ketika ini telah berada pada titik nadir. Bukan saja lantaran timbulnya korban jiwa, melainkan pada intensitas yang makin rapat. Dan bila dulu tawuran hanya dilakukan siswa dari sekolah-sekolah “pinggiran”, kini justru dilakukan oleh sekolah elite bahkan bertitel sekolah favorit. Ini mengindikasikan bahwa radikalisme anak telah merata dan tersebar luas di negeri yang katanya cinta tenang ini. Saya lebih sreg mnyematkan istilah “Radikalisme Anak” atau “Radikalisme Remaja” pada remaja yang bahagia tawuran, bahagia mabuk-mabukan, dan kemaksiatan lainnya. Justru saya kurang sreg bila istilah tersebut disematkan kepada remaja yang rajin ikut pengajian, rajin membantu orang tua, sopan serta santun terhadap sesama.


Para andal setuju bahwa salah satu penyebab maraknya radikalisme anak yakni lantaran kurangnya pendidikan agama, baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat. Hal ini antara lain disampaikan oleh pakar pendidikan Arief Rachman dalam sebuah seminar di Jakarta baru-baru ini. Ada pula sebagian kalangan yang menunjuk pada kurangnya jam pendidikan agama di sekolah sebagai salah satu unsur utama penyebab tawuran, sehingga kurikulum yang berlaku kini mesti diubah.



style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-6307354426047998"
data-ad-slot="8535325794">




Tak sanggup dipungkiri bahwa agama memang menjadi obat mujarab bagi radikalisme anak. Namun yang menjadi duduk perkara yakni kurangnya pengajaran agama di sekolah disebabkan jam pelajaran yang sangat terbatas. Pun begitu pula di rumah, kesibukan orang renta menjadikan mereka lalai mendidik anaknya. Apalagi di masyarakat, iklim permisif dan hedonis menjadikan lingkungan tak sanggup begitu saja menjadi referensi impian dalam mengajarkan agama pada anak.


Menunggu kurikulum dirubah semoga menambah jam pelajaran agama menyerupai pungguk merindukan bulan, lantaran prosesnya sangat panjang. Sedangkan mengandalkan pengajaran agama pada jam pelajaran agama yang dialokasikan ketika ini berarti “memperpanjang masa berlaku” radikalisme pelajar. Maka yang sanggup dilakukan oleh para pendidik ketika ini yakni “menghadirkan Tuhan” pada setiap mata pelajaran. Dengan kata lain mengintegrasikan pelajaran agama dengan mata pelajaran lain. Hal ini diniscayakan alasannya intinya seluruh mata pelajaran sanggup dikaitkan dengan agama.


Saat ini kita selaku pendidik sering alfa dalam meniupkan “ruh” agama di mata pelajaran “non agama”. Inilah sekularisasi pendidikan, yang telah berhasil melahirkan generasi cemerlang dalam ilmu pengetahuan (baca: sains dan ilmu sosial) tetapi jiwanya gersang tanpa kompas kehidupan yang akan memberi arah ke jalan yang benar. Alhasil telah jamak kita saksikan generasi yang ketika masih jadi pelajar doyan tawuran dan maksiat, dan ketika dewasa—apalagi ketika menerima amanah jabatan—doyan mengkorupsi uang rakyat.


Mengintegrasikan agama pada setiap mata pelajaran berarti merubah paradigma Value Free (bebas nilai) pada ilmu pengetahuan. Paradigma ini mengharuskan ilmu pengetahuan “dibebaskan” dari ikatan agama. Justru saatnya para pendidik menjelaskan kaitan antara agama dengan setiap sub topik mata pelajaran. Konsep watak pun sanggup diselipkan pada pelajaran IPA, IPS bahkan Pendidikan Jasmani. Para pendidik dituntut kreatif menyisipkan pesan moral pada setiap mata pelajaran yang diampunya. Pesan tersebut disampaikan sesuai konteks pelajaran yang sedang diajarkan. Hal ini justru akan lebih gampang diserap oleh siswa lantaran sejatinya pembelajaran kontekstual akan mempermudah pemahaman daripada sekedar pembelajaran verbalisme.


Memang tidak gampang mencari keterkaitan antara agama atau watak dengan mata pelajaran yang selama ini dipersepsikan “jauh” dari agama. Mungkin hal ini akan lebih melelahkan daripada sekedar menjelaskan pelajaran thok tanpa harus memikirkan kaitannya dengan agama dan bagaimana menyisipkan pesan moral. Tapi yakinlah bahwa ini mesti kita lakukan mulai dari sekarang, selain lantaran memang ini kewajiban kita tetapi juga demi tumbuhnya generasi cerdas sekaligus bertakwa. Semoga.


Sumber gambar: Madrasah Tunas Cendekia



Sumber aciknadzirah.blogspot.com